INSPIRATION
Share |

Sabtu, 27 November 2010

STRATEGI WIRAUSAHA MENGHADAPI LINGKUNGAN KOMPETISI BARU

a. Competing on the Edge ( COTE )
    COTE adalah suatu pendekatan terhadap strategi di industri yang mempunyai perputaran yang tinggi dan   tingkat kompetensi yangketat. Pendekatan ini dikembangkan berdasarkan riset terhadap 12 bisnis pada industri komputer, suatu industri di mana kemampuan para
manajer dalam mengatasi perubahan yang sangat cepat merupakan hal yang sangat penting / kritis baikbagi perusahaan baru ( new venture = NV ) maupun yang telah mapan ( established corporation = EC ).
Studi dilakukan terhadap enam pasang perusahaan bisnis, dimana tiap pasang menghadapi tantangan strategi tersendiri, seperti teknologi yang mutakhir, trade-off yang sulit antara harga dan features, masalah gaji, dan sebagainya. Tiap pasang terdiri dari perusahaan yang dikenal dominan pada segmennya di industri komputer. 


b. Sintesis Strategik
    COTE merupakan pendekatan terhadap strategi entrepreneurial yang dilakukan oleh manajer, baik yang berasal dari NV maupun dari EC.
Masing masing jenis perusahaan tersebut bergerak dengan arah yang berbeda menuju ke suatu tujuan bersama, dimana strategi COTE dapat diimplementasikan untuk memuaskan permintaan yang kompetitif dari EC dan NV.

Pada dekade terakhir, perusahaan telah berusaha melakukan perubahan dengan downsizing dan reengineering dengan tujuan agar tercipta organisasi yang ramping, responsif, adaptif dan fleksibel.


c. Twin Balancing Acts ( Menyeimbangkan keadaan Chaos dan Birokratis ).
COTE merupakan structural Balancing Act. Satu sisi menunjukan suatu struktur yang telah berkembang baik yang biasa merupakan karakteristik dari organisasi birokratik. Birokrasi menekankan struktur, kontrol yang ketat dan tidak berani mengambil resiko meskipun berada pada ketidakpastian lingkungan.
Pada sisi yang berlawanan terdapat chaos, yang merupakan suatu keadaan yang lazim terdapat dalam New Venture dimana terdapat sedikit struktur dan proses yang terorganisasi. Pada jenis perusahaan ini , manajer sring melakukan berbagai macam hal, seperti berusaha mendapatkan peluang, mengatasi masalah keuangan dan pegawai, menancapkan posisinya di pasar.
Kedua sisi tersebut bukan tempat yang optimal untuk beroperasi. Disatu sisi kaku terhadap perubahan di sisi lain tidak memiliki mekanisme. Posisi yang ideal terletak di tengah dari skala dan disebut ” edge-of-chaos”.
Upaya balancing act dari edge of chaos dan edge of time, melibatkan setidaknya enam proses ( 3 proses structural dan 3 proses waktu ) yaitu :
Improvisation
Coadaptation
Patching
Regeneration
Experimentation
Time pacing


d. Key Structural Processes
Improvisation merupakan kemampuan untuk beroperasi secara fleksibel dengan adanya hambatan sedikitnya aturan dan struktur. Di dalam perusahaan agar dapat berimprovisasi, pegawai diharapkan mempunyai kemampuan dasar yang kuat, dapat bekerja dalam struktur yang minimal, dan sering berkomunikasi. Sehingga diharapkan organisasi dapat beradaptasi terhadap pasar yang berubah. Proses struktur yang kedua adalah coadaptation. Inti coadaptation adalah kolaborasi diantara unit bisnis atau anggota tim. Proses struktur ketiga adalah patching. Patching adalah proses konfigurasi organisasi yang mulus terhadap kesempatan bisnis dan perubahan pasar.
Regeneration merupakan proses waktu yang berhubungan dengan kombinasi antara lama dan baru. Tujuan adalah untuk menemukan keseimbangan antara kesempatan lama yang menghasilkan keuntangan dan juga merasa nyaman dengan kesempatan baru yang kadang berisiko namun menghasilkan keuntungan yang lebih besar. Proses waktu kedua adalah experimentation. Inti dari proses ini adalah mengembangkan berbagai jenis kemungkinan yang hemat biaya, seperti eksperimen produk, aliansi pasar dan sebagainya. Proses waktu ketiga adalah time pacing, dimana perubahan tidak secara reaktif disebabkan oleh kejadian, tetapi ditentukan secara proaktifpada suatu titik transisi tertentu oleh manajer.


e. Implementasi Strategi Entrepreneurial COTE
Implementasi dari strategi entrepreneurial COTE bukan hal yang mudah, Namun ada hal-hal yang harus diingat, yaitu :
Iplementasi adalah proses pertumbuhan
Posos awal dari perusahaan penting bagi implementasi.
Untuk NV posisinya biasanya chaostic dan terobsesi dengan masa depan. Sedangkan EC posisi awalnya biasanya sangat tersetruktur dan terfokus pada masa lalu.

Lngkah pertama implementasi bagi kedua perusahaan baik NV maupun EC adalah mendapatkan ” edge of chaos

Bagi EC
mempunyai budaya organisasi baru yang menghargai perubahan dan menganggap perubahan sebagai peluang atau kesempatan dan bukannya ancaman.
Menyediakan training untuk membantu pegawai agar mempunyai entrepreneurial mindset dan mempunyai budaya perubahan.
Melakukan penyederhanaan proses dan pengurangan struktur dengan tujuan untuk mendpatkan agility, bukan hanya efisiensi.
Bagi NV
Untuk memperoleh ” edge of chaos ” diperlukan adanya tambahan disiplin.
Perlu adanya tambahan peraturan, yang tidak mengurangi kreativitas.
Diperlukan tambahan struktur untuk mengatasi pertumbuhan,
Langkah berikutnya adalah ” edge of time ” Untuk EC, para manajer diharapkan berfikir secara modular. Sedangkan untuk NV, manajer harus lebih berfikir mengenai nilai dari pengalaman. Yaitu selain berfikir menganai cara-cara baru dalam menghadapi permasalahan, manajer dapat mengambil pengalaman masa lalu yang relevan.

Langkah terakhir adalah ” time pacing ”. Untuk EC hal ini memerlukan pemeriksaan atas ritme yang tidak dikenaliyang mungkin terdapat di organisasi.
Pada keduanya baik EC maupun NV manajer harus memperhatikan kompetitors, komplementer, pembeli, supplier agar dapat mempelajai retme mereka


Sumber : Sriyanto, SE., MM. & Romdhoni S, SPd, MM

Jumat, 26 November 2010

Boss Bukan Pemimpin


Panggilan boss itu memang sudah biasa di dalam dunia usaha walaupun mungkin maksudnya untuk menghormati. Namun, menurut saya, sebetulnya panggilan boss itu lebih terkesan ada maunya, ada pamrihnya. Saya sendiri tidak bangga dengan panggilan itu. Risih rasanya. Saya tidak ingin jadi boss. Saya ingin menjadi entrepreneur leader, seorang entrepreneur yang juga seorang pemimpin.
Dalam hal ini, John C, Maxwell, yang menyoroti perbedaan antara boss dan pemimpin mengatakan, seorang pemimpin lebih punya itikad baik, lebih bijak, baik dalam sikap dan tingkah lakunya. Dia lebih bisa melatih atau mendidik pengikutnya. Katakanlah, seorang karyawan yang baru masuk menjadi cepat berkembang, karena pemimpin mampu menimbulkan rasa antusiasme pada karyawannya.
Tetapi lain halnya, dengan seorang boss. Boss lebih mirip dengan juragan, seorang boss itu lebih banyak maunya sendiri. Egoismenya tinggi, dan sikap atau tingkah lakunya lebih terkesan menggiring pekerjaannya dan kerap menimbulkan rasa takut pada anak buahnya. Karena sikap itu menyagkut pola rasa dan pola pikir, sehingga pengaruh sekap boss semacam itu, menurut seorang pakar kepribadian, Dale E. Golloway, akan membuat anak buahnya menjadi gelisah, menderita, melukai hati, dan bahkan bisa mendatangkan musuh.
Seorang boss juga lebih tergantung pada  wewenang, terutama wewenang struktural. Kalau tidak lagi memiliki wewenang, maka pengaruhnya tidak ada. Bahkan orang lain tidak lagi respek pada dia, manakala sudah tidak menjadi boss lagi. Itulah memang konsekuensinya kalau seseorang lebih menggunakan wewenang struktural. Jadi orang lebih terpengaruh pada boss yang punya wewenang tersebut, dan bukan pada hubungan moral seperti yang lebih baik dilakukan seorang pemimpin.
Dan, saya kerap melihat, bahwa seorang boss cenderung suka menyalahkan anak buahnya, karena dia memang lebih suka menetapkan kesalahan tanpa menunjukkan jalan keluar, dan boss itu tahu bagaimana itu dilakukan. Tapi lain halnya dengan seorang pemimpin, dia lebih tahu bagaimana memperbaiki kemacetan yang dilakukan bawahannya atau pengikutnya dan bisa menunjukkan cara mengatasinya.
Boss juga lebih suka mengatakan “Aku”, sementara pemimpin lebih suka mengatakan “Kita”. Perbedaannya tak hanya itu. Boss juga lebih suka mengatakan “Jalan”! jadi lebih bersikap otoriter. Sangat berbeda dengan cara pemimipin dalam menggerakkan karyawannya lebih bersikap egaliter, maka tak mengherankan lebih cenderung mengatakan “Mari kita jalan!”.
Oleh karena itulah, dalam mengembangkan bisnis kita dan dalam menghadapi persaingan bisnis ysng semakin keras saat sekarang ini, saya kira memang dibutuhkan entrepreneur – entrepreneur leader. Keberhasilan bisnis kita akan lebih sukses karena tindakan dan keputusan strategis yang diambil oleh  entrepreneur leader.

Sebab, dalam kepemimpinannya mereka lebih menekankan pada hubungan manusiawi, sehingga orang – orang di bawahnya termotivasi dan lebih mampu menggunakan pemikiran dan wawasan kreatifnya. Sebaliknya, boss tidak mampu menumbuhkan sikap semacam itu. Maka, jadilah entrepreneur leader.

Sumber: http://www.purdiechandra.net/?s=Boss+Bukan+Pemimpin

komentar terbaru