1. BAGAWAN DHARMA SWAMI
Adalah
seorang pendeta yang amat miskin,bernama Bagawan Dharma Swami. Beliau
amat setia melaksanakan tapa semadi dan tiap hari melaksanakan pemujaan
pada Hyang Surya. Melihat kesetiaan beliau melaksanakan tapa semadi
serta pemujaan pada Hyang Widhi,maka beliau di anugrahi seekor lembu
jantan kuat.Bulunya hitam berkilauan. Lembu/sapi itu diberi nama sang
Nandaka. Sang pendeta amat suka memelihara sapi itu. Tiap hari beliau
mengembalakan sapi itu dalam hutan yang penuh dengan daun dan rerumputan
yang hijau. Sapi beliau cepat besar dan gemuk,karena tak kurang
makanan..Sudah sore sapi itu dibawa ke pasraman. Demikianlah yang
dikerjakan oleh sang pendeta tiap harinya.
Kira-kira sudah
setengah bulan beliau memelihara sapi itu, namun belum juga mendatangkan
hasil. Beliau lalu ingat akan guru beliau yang dianugrahi seekor sapi
putih,yang bernama Nandini. Sapi itu tiap hari bisa menghasilkan susu
yang bisa menghidupi gurunya.Sekarang kita diberikan sapi laki,yang tak
mungkin bisa menghasilkan susu.Apa yang bisa kita lakukan agar sapi ini
bisa memberi manfaat bagi hidup kita. Kalau kita pakai untuk membajak
sawah,kita tidak punya tanah sedikitpun.Demikianlah gejolak pikiran sang
pendeta..Beliau lalu bermaksud menjadi pedagang kayu api.
Dengan semangat yang besar beliau tiap hari masuk dalam hutan mencari
ranting dan cabang kayu yang kering. Sudah berhasil lalu ditaruh diatas
punggung sang Nandaka lalu dijual ke pasar.Demikianlah kerja sang
pendeta tiap hari. Hasil penjualan kayu api itu dibelikan beras dan lauk
pauk. Sisa uangnya disimpan dalam tabungan.Lama-kelamaan tabungan
beliau di belikan sapi ,maupun gerobak untuk tempat kayu api yang akan
dijial kepasar.Atas kerja keras dan keutamaan sang Nandaka tidak begitu
lama sapi beliau sudah menjadi ratusan jumlahnya.Pembantu beliau juga
semakin banyak.Emas berlian semakin banyak.Sang pendeta menjadi kaya tak
kurang suatu apa.
Pada suatu hari sang pendeta bersama
pengiringnya sudah siap membawa dagangan kekota.Ratusan sapi gerobak
penuh dengan barang dagangan.Sapi sudah siap berjajar menarik gerobak
dagangan,tak luput sang Nandaka yang berada paling belakang.dengan
muatan yang paling banyak pula. Sapi-sapi menarik grobak mulai bergerak
menuju kota.Perjalan tak pernah berhenti walaupun di tengah hari.Sinar
matahari amat tersa menyengat.Pengiring dan sapi berkeringat membasahi
tubuhnya. Sudah jauh berjalan dan hari sudah sore,perjalanan sedang
dalam hutan rimba yang mengerikan. Hutan itu terkenal bernama hutan
Malawa,disana terkenal banyak perampok dan binatang buas yang
menakutkan. Matahari semakin condong kebarat. Pendeta Dharma Swami lalu
memerintahkan pengiringnya mencari tempat yang aman untuk tempat
bermalam. Sang pendeta berjalan menunggang kuda modar-mandir memeriksa
pengikut beserta gerobak yang ditarik oleh sapi. Setelah sang pendeta
mendapat tempat yang aman untuk bermalam semua pengikut dan barang
dagangannya ditempatkan di tengah dan dikelilingi dengan renjau. Semua
sapi telah dilepas dari tali gerobak serta diberi makan,namun gerobak
yang ditarik oleh sang Nandaka belum juga datang.
Sudah lama
menunggu sang Nandaka juga belum datang.Sang pendeta semakin gusar
hatinya,Lalu beliau kembali menelusuri jalan yang dilalui tadinya untuk
mencari Sang Nandaka. Sang Nandaka yang menarik gerobak yang penuh
berisi barang dagangan,erasa kepanasan,seraya berkata dalam
hatinya,:Dari dulu semenjak beliau masih miskin tak punya apa-apa kita
sudah menarik barang dagangan untuk dijual ke kota,sampai beliau kaya
tak kurang suatu apa kita masih juga disuruh menarik gerobak. Malahan
bebannya melebihi dari beban yang dibebani pada sapi yang lainnya.
Sama
sekali beliau tidak mempunyai rasa berterima kasih apalagi kasihan pada
kita.Kekayaan beliau yang berlimpah seperti sekarang juga karena kita.
Emas ,perak ,uang serta sapi yang ratusan banyaknya juga dari kita,tapi
beliau tetap menyakiti diriku sampai kurus seperti sekarang. Tidak
pantas beliau bernama Dharma Swami ,tingkah lakunya amat loba dan
tamak,lupa akan bantuan orang lain. Dilihatnya Begawan Dharma Swami
datang menunggangi kuda,sang Nandaka segera merebahkan dirinya seperti
lumpuh. Badannya gemetar,keringatnya mengucur membasahi badannya.
Matanya memblalak,napasnya sesak,kakinya dinaikanya. Sang pendeta segera
turun dari kudanya lalu mendekati sang nandaka. Beliau terkejut melihat
keadaan sang Nandaka sambil menyuruh pengikutnya melepaskan talinya.
Sudah
itu pengikutnya menyiram sang Nandaka dengan air, tapi sang nandaka
masih seperti pingsan. Sang pendeta segra mengucapkan weda mantra untuk
mengembalikan sang Nandaka sepwerti semula, tapi tidak mempan. Sang
Nandaka masih juga tampaknya seperti pingsan. Sang Pendeta bersedih
serta menangis seraya berkata,: “ Hai kamu sang Nandaka rela sekali kamu
meninggalkan aku mati. Kalau kamu mati disini siapa yang aku suruh
menyembelihmu, karena disini alas besar, tak ada tukang potong sapi yang
lalu kemari.. Kasihan sekali dagingmu terbuang tak berguna,tak ada yang
membelinya. Hai kamu Kembar dan Wijil kamu menunggu disini.Kalau ia
bisa idup kembali,bawa ia ketempat penginapan dan muati ia barang
dagangan semampunya, kalau ia mati bangkainya kamu bakar saja. Kalau ada
orang yang lalu kemari dagingnya kamu jual saja,kalau ia tidak mau
membeli silahkan beri minta dengan cuma-cuma.
Sang Pendeta segra
naik kuda dan pergi menuju tempat penginapan. Kembar dan Wijil
,menyesalkan perbuatan sang pendeta yang tamak dan loba,serta tidak
mempunyai rasa berterimakasih apalagi kasihan terhadap Sang Nandaka yang
telah banyak berkorban untuk kesejahtraan sang pendeta.I Kembar
berkata,:Bagaimana akal kita sekarang,sebab disini hutan yang besar dan
berbahaya.Kita berdua akan menemui bahaya. Sekarang mari kita ikuti
perjalanan sang pendeta ke tempat penginapan .”Ah jangan kita sudah
berjanji menunggu sang nandaka disini. Sekarang mari kita carikan kayu
api kumpulkan dari tempat sang Nandaka sampai jarak yang agak jauh. Dari
situ kita bakar kayu api itu,sebab tidak boleh membakar orang yang
masih hidup karena akan membawa bencana besar. Kita perkirakan api itu
sampai ditempat ini, sang Nandaka sudah mati. Keduanya sudah setuju,
lalu mereka mengumpulkan kayu api ,serta membakar ujung timbunan kayu
yang jauh dari tempatnya Sang Nandaka.
Habis membakar kayu itu
kedua pengikut sang pendeta berlari menuju tempat penginapan dan
menyampaikan pada sang pendeta bahwa Sang Nandaka telah mati serta telah
dibakar. Setelah Kembar dan Wijil pergi ke penginapan ,Sang Nandaka
sewgera bangun dan pergi .Ia dalam keadaan sehat takkurang suatu
apa.Sang Nandaka mencari makanan yang banyak ada disekitarnya. Setiap
hari ia menikmati hijaunya rerumputan ,maupun suburnya dedaunan,sehingga
tak berselang lama badannya kembali sebagai sedia kala. Perutnya
besar,badannya kokoh ,bulunya hitam mengkilat,tanduknya runcing
menakutkan.
Dalam hutan Malawa itu ada raja hutan bernama Sang
Singa ,Ia sangat ditakuti oleh binatang lainnya.Sang Singa mempunyai
beberapa punggawa dan mantri,dan prajurit yang andal. Semua mantra
,punggawa maupun prajuritnya adalah para anjing ,yang semuanya sangat
setia pada sang raja.
Pada suatu hari para Sang Singa sedang
mengadakan pertemuan dengan para pengikutnya dibawah pohon jati yang
dedaunannya sedang rimbun,didepan goa besar Tampak hadir waktu itu
Sambada,yang jongkok paling depan, disertai temannya para anjing. Semua
bersuka ria,ada yang bercanda ada yang saling cakar.Suaranya memecah
kesunyian hutan.Sang Singa amat suka melihatnya,lalu menyuruh pergi
berburu mencari mangsanya.Para anjing tidak ada yang berani menolak
,semua berangkat masuk kedalam hutan,gunung,ada juga yang masuk kedalam
jurang. Setelah lama berburu,mereka tidak ada menemui buruan. Para
anjing amat sedih,karena sudah lama berburu namun tak mendapat
buruan,Keringatnya mengucur membasahi sekujur tubuhnya, Sengatan panas
matahari menambah kepayahan,jalannya terseok-seok kelaparan, Semua
prajurit anjing itu berhenti dibawah pohon tangi untuk melepas lelah.
Ada yang jongkok ada yang merebahkan badannya sambil omong-omong. Waktu
itu ada yang mengatakan ,lebih baik kita pulang untuk menyampaikan pada
raja,bahwa kita tak dapat buruan walaupun sudah susah payah mencarinya.
Yang lain menjawab,” Ini ada tutur dalam purana yang pernah saya dengar.
Kewajiban seorang abdi pada sang raja,harusnya tidak merasakan pahit
getirnya bahaya. Seorang abdi tidak boleh merasa takut,harus patuh
menjalankan tugas,walaupn akan kehilangan nyawa,harus dihadapi. Karena
itulah yang dipakai untuk membayar kasih sayang sang raja. Nah kalau
menurut pikiranku lebih baik kita kembali lagi berburu,semoga sekarang
ada nasib baik mendapat buruan.Semua prajurit aning itu berangkat
kembali mencari buruan. Para anjing menyebar kesegala penjuru.
Pada
waktu itu ada prajurit anjing yang menemukan sang Nandaka. Para
prajurit anjing itu tercengang melihat Sang Nandaka. “Ah apa itu ,coba
kamu lihat binatang yang amat besar! Dari dulu aku tidak pernah
menjumpai binatang seperti ini besarnya. Sekarang marilah kita bersama
serang,tapi kita harus hati-hati. Para prajurit anjing serempak mendekat
disertai suara menggonggong bak membelah langit. Prajurit anjing iu
segera mengitari tempat sang Nandaka yang sedang tidur-tiduran diatas
rumput yang menghijau, sambil mengunyah dedaunan .Hatinya amat suka
melihat tumbuhan yang subur diantara ilalang yang memenuhi tebing-tebing
bebukitan. Sedang asik ia menikmati makanan dan keindahan alam
,terdengar olehnya raungan angjing yang semakin lama semakin dekat.
Sang
Nandaka bergegas bangun sambil melihat kanan kiri.Tampak olehnya
prajurit anjing datang mendekat padanya . Para prajurit anjing itu amat
senang hatinya melihat buruannya gemuk dan besar.”Nah ini buruan yang
baik untuk dijadikan mangsa sang raja, mari kita rebut bersama,jangan
takut “ demikian ucapan salah satu anjing sambil segera mendekat. Anjing
yang lain berkata,”Nanti dulu,sebab baru kali ini kita menemui binatang
seperti ini.Mari kita pikirkan lebih dahulu supaya tindakan kita bisa
mencelakakan kita. Lebih baik kita sampaikan hal ini pada raja” “Ah
jangan ,kita berbanyak ,kita serang bersama,jelas ia akan kalah”. Semua
prajurit anjing bersorak mendekat, ada yang dari belakang ada juga dari
depan.
Sang Nandaka bersiap untuk melawan,ia amat marah, matanya
memblalak merah,tanduknya yang tajam diacung-acungkannya. Sang nandaka
menandukkan tanduknya pada bebukitan,yang mengakibatkan bebatuan
beterbangan . Banyak prahurit anjing itu yang terkena batu dan tandukan
sang Nandaka .Ada yang patah kakinya adanya mati adayang perutnya
terurai keluar. Darahnya berceceran meenuhi rerumputan yang hijau.Anjing
yang luka berlarian menjauh dari amukan sang Nandaka. Anjing yang lain
amat takut tak ada yang berani mendekat,semua lari bersembunyi, Pemimpin
prajurit anjing yang bernama I Nohan Dan Itatit segera berkata,” Hai
kamu prajurit .Mengapa kamu takut kepada binatang yang memang menjadi
makananmu?.Kamu datang kemari adalah utusan sang prabu untuk mencari
buruan.Sepatutnya kamu merasa malu,karena kamu dari dulu disayangi dan
dikasihi oleh sang raja.Kamu tak usah takut mati untuk membalas jasa
sang raja.Sebab nantinya kamu akan memproleh kesejahtraan lahir batin
karena kamu melaksanakan dharmamu sebagai prajurit,Mendengar kata kata
pimpinannya demikian para anjing kembali menyerang Sang Nandaka.Ada yang
menggigit kaki,ada yang menggigit ekor,tapi sang Nandaka tidak
khawatir.Ia menerjang dengan tanduknya ,menyebabkan para anjing itu
terpelanting jatuh . Ada yang terjatuh kejurang,ada yang patah kaki
maupun pinggangnya.
Banyak yang mati disepak maupun
diinjak-injak.Para anjing itu berlarian menyembunyikan diri.Si Nohan dan
Tatit tak bisa berbuat apa-apa melihat prajuritnya berlarian .Para
prajurit anjing itu memutuskan kembali menghadap sang raja Setelah
sampai dihadapan sang Singa semua gemetar ketakutan seraya berkata,”Ya
raja kami semua mohon maaf karena kami tak berhasil melaksanakan tugas
yang tuanku limpahkan.Semua prajurit takut gemetaran, malah banyak yang
mati maupun yang luka-luka.Baru kali ini kami melihat binatang yang
besar dan bagus.Bulunya hitam mengkilat, tanduknya tajam menyilaukan,
suaranya besar bagaikan meruntuhkan gunung.Benar-benar amat menakutkan
sekali ,namun mengenai namanya kami tidak tahu.” Mendengar perkataan
prajuritnya gemetaran,sang raja tercengang terdiam .Sang Sambada pemuka
para anjing yang turut mendengarkan segera berkata,” Hai kamu para
anjing yang dari dulu menjadi andalan sang raja.
Aku heran
mengapa kamu takut hanya baru mendengar suara yang besar. Belum tentu
orang yang bersuara besar mempunyai kesaktian dan kekuatan yang
hebat.Itu hanya suatu siasat untuk menakut-nakuti musuh saja. Dengarkan
baik-baik ,aku mau menceritakan sesuatu yang bersuara besar tidak
mempunyai kekuatan sebagaimana yang kamu takuti. Adalah seorang raja di
Kusambinegara,yang bernama Sri Wisnu Gupta. Kerajaan beliau didatangi
musuh dari empat arah. Peperangan terjadi amat hebat.Satu sama lainnya
saling serang. Banyak prajurit yang mati,ada yang luka parah ada juga
yang patah tulang kena tombak. Karena kesaktian sang raja Sri Wisnu
Gupta, semua musuh kalah,tak seorang berani melawan.
Prajurit
Kusambi bersorak kegirangan.suanya gemuruh, dibarengi oleh suara
gambelan yang riuh,bagaikan akan mebelah bumi. Setelah pertempuran aku
pergi ketengah medan pertempuran. Disana aku lihat banyak mayat
bergelimpangan. Kucuran darah mengalir. Aku meminum darah sesuka hati.
Tapi ada sesuatu yang menjadi tujuanku belum aku dapati,yakni yang
mengeluarkan suara besar dalam pertempuran.Aku pergi kesana-kemari untuk
mencarinya. Akhirnya aku bisa mendapatkannya, yaitu benda yang besar
yang dibuang oleh prajurit yang berperang. Aku segera menggit,
mengoyak-oyak sampai robek. Aku keheranan karena didalamnya hanya lubang
besar lagi kosong melongpong tak ada isinya. Aku kira benda itu
mempunyai daging banyak dan darah yang melimpah, tapi baru ku perhatikan
hanya sebuah kendang yang melompong. Oleh karena itu jangan kamu takut
akan suara yang besar. Contohnya seperti apa yang aku ceritakan tadi.
Kalau orang yang pemberani dan mersa diri perkasa tidak akan mersa takut
menghadapi musuh apalagi cuma baru mendengar suara yang besar.
Begitu
kata sang Sembada menasehati prajuritnya. Para prajurit anjing hatinya
senang mendengar nasehat sang Sambada.Timbulah keberaniannya untuk
menantang musuhnya kembali. Sang prabu Singa melihat prajuritnya yang
datang menghadap banyak yang luka berceceran darah. Timbul dalam pikiran
beliau,dari dulu tak ada musuh yang sehebat ini,yang bisa mengalahkan
prajuritku.,seraya berkata,” Sekarang aku akan menghadapinya. Bagaimana
rupa dan kesaktiannya”. Sang Singa segera berangkat, bersama
pengikutnya. Prajurit anjing melolong menyusup dalam hutan, Suaranya tak
putus-putus menggonggong.
Gunung tersa terbelah, hutan hancur
karena terjangan sang singa yang diliputi amarah. Binatang–binatang
berlarian menyembunyikan diri. Sang Nandaka sudah habis membersihkan
diri dalam kolam yang airnya suci ening, Banyak bunga berwarna-warni,
menarik minat para kumbang untuk mengisap madunya. Tampak sang Nandaka
menikmati keindahan hutan,yang penuh dengan bermacam panorama Di bawah
pohon beringin yang rindang sang Nandaka berbaring berteduh,sambil
mengunyah rumput yang hijau. Mendengar suara anjing yang gemuruh Sang
Nandaka bngun dari tempat pembaringan lalu menoleh kanan kiri. Tampak
para prajurit anjing datang. Sang Nandaka segera mencari tempat
perbukitan.Tanduknya yang tajam diasahnya pada bebatuan,matanya
memblalak merah,seperti keluar api yang akan membakar hutan. Para
prajurit anjing merasa ketakutan, semua mencari tempat berlindung dari
serangan sang Nandaka.Tak seekorpun yang berani mendekat, semuasaling
menoleh temannya.Semua berdiam tak ada yang bergerak maju,menunggu
kedatangan sang Singa.
Raja hutan pun datang,jalannya
lambat,karena terkejutmelihat binatang yang besar berkulit hitam
mengkilat,Hatinya juga merasa ketakutan,lalu berdiam di kejauhan seraya
bertanya,” hai kamu binatang yang besar,baru kali ini aku melihat
binatang sepertimu? Tidak ada seekor binatang yang berani masuk kedalam
hutan yang berbahaya ini. Banyak jurang yang dalam,gua yang lebar dan
membahayakan.Aku adalah penguasa hutan ini, namaku raja Singa. Siapakah
nama tuan,dan dari mana? Sang Nandaka berkata,”Tuan raja hutan , Saya
bernama Sang Nandaka.Saya dijadikan anak oleh sang Aruna dan Sang
Surabi. Kedatangan saya kemari adalah untuk menikmatai keindahan dan
mencari makanan .” Sang Singa berkata dengan lemah lembut, ”Hai Tuan
kalau demikian, tuan adalah putra para dewata yang utama. Tuan adalah
merupakan tunggangan dewa utama yakni Bhatara Guru. Kalau demikian saya
mohon dengan hormat ,kiranya tuan bisa menjadi teman karib ku. Janganlah
tuan cepat-cepat pergi dari sini. Silahkan tuan menikmati makanan yang
tuan inginkan.Saya bermaksud belajar dari tuan,semoga tuan bisa menerma
saya,sebagai murid tuan. Muah-mudahan dari tuntunan tuan saya bisa
mencapai kebahagian lahir batin.
Sang Nandaka menjawab,” Saya
kira itu amat sulit bisa terjadi,karena tuan adalah seorang raja yang
berkuasa, penuh dengan kekayaan. Demikian juga tuan makan daging,namun
hamba makan rumput serta hamba binatang yang hina miskin tak mempunyai
kekayaan. Tapi kalau tuan kepingin berteman pada hamba, maafkan arta,
kama, tak bisa hamba persembahkan. Barangkali yang dapat hamba
persembahkan adalah dharma, isi dari ajaran suci, kalau hal itu yang
tuanku hedaki dengan senang hati hamba akan coba sampaikan. Semoga isi
kitab sastra agama yang menjadi pegangan para pandeta bisa membawa
umatnya untuk mencapai kesejahtraan dunia dan akhirat nanti.Hamba kira
tuan sebagai seorang raja mengutamakan kesenangan indria,penuh dengan
harta yang bergelimpangan, serta kepurusan, kegagah beranian, tak
tertandingi oleh sesama,dan menguasai pengetahuan,demikian juga
kerupawanan.Hal inilah yang biasanya menimbulkan rasa,loba,murka, mabuk
diri. Tuanku sang raja hutan, kekayaan, kerupawnan, tidak akan dibawa
mati.Tingkah laku yang baik atau buruklah yang akan menuntun kita keduni
sana. Itulah sebabnya orang yang bijak dharmal selalu
diperbuatnya.Menghindari pergaulan dengan orang jahat,karena orang
demikian selalu berbuat tidak benar,selalu berbuat dirsila,menyakiti
dunia ini,dan pembunuhan,menghina sang pandita.”
Amat senang
hati sang Singa mendengar nasehat sang Nandaka,seperti air suci yang
menghanyutkan kotoran yang ada dalam pikirannya seraya berkata merendah,
“Ya tuanku Sang Nandaka ,seperti pohon yang kekeringan mendapat hujan
hati saya mendengar perkataan tuan. Saya harap tuan bisa melanjutkan
tuntunan anda terhadap diri hamba yang nista ini. Kalau anda pikirkan
semua kata anda adalah baik,karena keluar dari mulut orang suci seperti
anda.yang penuh dengan ajaran dharma. Itu sebabnya hamba harap anda bisa
melebur dosa-dosa hamba yang telah namba perbuat, melepas hamba dari
neraka. Hamba menyerahkan diri sebagai siswa,untuk selalu diberi
tuntunan suci dari guru. Dari sekarang hamba tidak lagi memakan
daging,membunuh sesama mahluk, dan akan belajar makan rumput.”
Sang
Nandaka berkata,” Kalau tuan memang mempunyai pikiran yang menjauhkan
diri dari perbuatan jahat,dan berusaha berbuat sesuai dengan ajaran
dharma, mempelajari isi sastra suci, hamba akan menuruti permintaan
tuanku. Sang Singa amat senang hatinya sebab telah diakui sebagai teman
baik oleh sang Nandaka.Keduanya tiap hari selalu melaksanakan tapa brata
semadi, mempelajari isi kitab sastra agama, makan rumput
,alang-alang.Tidak masih melakukan pembunuhan atau makan daging. Para
anjing bersedih karena sang Singa sudah berubah perangainya,selalu
bersama sang Nandaka makan rumput maupun dedaunan.Anjin-anjing tidak
bisa makan rumput mengikuti tuannya. Oleh karena itu para anjing
mengadakan pertemuan dibawah pohon yang dipimpin oleh sang Sambada. Sang
Tatit mengatakan pada sang Sambada,bahwa anjing-anjing tidak mampu
makan dedaunan, hingga sudah banyak anjing yang kelaparan. Badannya
sudah mulai kurus, tidak tahan menanggung kelaparan. Sambada lalu
berkata,” Haikamu Tatit dan anjing sekalian, perbuatan raja Singa tak
beda dengan crita burung atat/ kakak tua yang selalu turut dengan yang
menemaninya. Sekarang saya akan ceritakan padamu, dengarkanlah
baik-baik.
(Bersambung).
Source: http://www.balebanjar.com/site/index.php?option=com_content&view=article&id=29:ni-diah-tantri&catid=36:cerita-rakyat&Itemid=2
|